June 30, 2012

Love, Pain & Revenge (Chapter 1)

One year before...

Aku mengerjapkan mata berkali-kali seakan tidak percaya dengan apa yang baru saja di katakan oleh kedua orangtua angkatku. Mereka resmi memasukkan ku ke universitas swasta yang aku impi-impikan. Universitas Pelita Harapan bukan universitas yang murah. Banyak teman-temanku yang ingin mendaftaran diri disana tetapi biaya yang harus dikeluarkan sangat besar. Selain uang pangkalnya yang mahal, untuk mengambil jurusan disana tidaklah mudah. Aku sangat beruntung memiliki keluarga dan orangtua seperti mereka. Mama Ratna dan papa Wandy adalah om dan tante kandungku. Mereka menjadi orangtua angkatku sejak kedua orangtuaku meninggal karena kecelakaan mobil. Saat itu tante Ratna, adik dari ayah kandungku dinyatakan tidak dapat hamil karena mandul. Karena itulah begitu orangtua kandungku dinyatakan telah meninggal, mereka mengangkatku menjadi anak kandung mereka. Mama Ratna mirip sekali dengan ayahku. Umur mereka hanya berbeda satu tahun. Guratan wajahnya selalu mengingatkanku tentang ayah.

Aku adalah manusia yang paling beruntung. Walau aku tidak memiliki orangtua lagi, tetapi kedua orangtua angkatku selalu memanjakanku di saat aku memang butuh kasih sayang dari orangtua. Mereka mengangkatku sejak aku berusia delapan tahun, tepat saat aku naik ke kelas dua SD. Segala keperluanku selalu mereka penuhi. Aku di berikan kasih sayang yang melimpah. Satu hal yang paling ku saluti dari kedua orangtua angkatku, mereka mendidikku menjadi seorang anak yang disiplin. Aku tidak pernah ingin mengecewakan mereka. Dan saat ini kebahagiaanku semakin lengkap ketika mereka mempercayakanku untuk memperoleh pendidikan tinggi di universitas favorit yang memang sudah lama menjadi impianku. Satu hal yang tidak teduga adalah, aku telah lolos seleksi untuk menjadi mahasiswa disana. Dengan bantuan kedua orangtuaku yang mengirimkan hasil lukisanku ke universitas Pelita Harapan, aku resmi menjadi mahasiswi disana.

“Jadi Erica, apa yang kamu butuhkan untuk perlengkapan perkulihan sayang?” tanya papa.

“Mungkin Erica butuh peralatan lukis baru, tetapi itu nanti saja. Saat ini, Erica ingin menikmati liburan panjang dengan mama dan papa.”

“Liburan atau berkeliling ke Universitas baru?”

“Universitas!” Teriakku langsung bergairah. Tanpa banyak babibu aku langsung mencium kedua pipi orangtuaku dan berlari kedalam kamar untuk mengganti pakaian.

Aku resmi berkuliah di Universitas favoritku! Batinku bahagia.

***

June 26, 2012

Love, Pain & Revenge (Prolog)


Mataku memeriksa keadaan gelap di sekitar ku. Aku berdiri di tengah ruangan gelap untuk mencari sesosok yang sebenarnya sangat tidak ingin ku lihat. Tapi aku harus mencari tau apa yang sebenarnya terjadi di antara mereka. Aku yang sebelumnya telah meletakkan seluruh hidupku dalam pangkuan hidupnya. Aku begitu takut kehilangannya sampai aku tidak pernah memberanikan diri untuk mencari tau apa yang sebenarnya terjadi di antara keduanya.

Ranita yang menyuruhku untuk memperjelas sendiri apa yang sebelumnya sering ia lihat dan dengar. Ranita yang setengah mati selalu meyakinkan ku bahwa ada sesuatu yang terjadi antara kekasihku dengan  partner bandnya. Hanya aku, yang masih sangat percaya dengan Edo, kekasihku. Hubunganku seharusnya tidak mudah retak karena kami sudah mengikat nya dengan sangat erat. Apakah aku harus percaya dengan apa yang dikarakan sahabatku? Atau aku harus tetap mempertahankan hubunganku dengan Edo?

Samar-samar aku mendengar suara dari balik ruangan. Pintunya tidak tertutup rapat sehingga aku dengan mudah mendengar apa yang sedang dibicarakan didalam. Aku menahan napas dalam-dalam. Menunggu suara yang dengan pelan namun tegas berbisik. Suara yang sudah sangat ku kenal. Suara yang suka mengelitik telingaku ketika ia membisikan kata-kata indah di telingaku-kini ku dengar kembali, walau bukan untukku.
“Sampai kapan aku harus menjalani sandiwara ini?”
“Kamu harus menunggu waktu yang tepat Sharah.”
“Tepat? Sampai kapan? Toh semua orang sudah tau. Hanya pacarmu saja yang bodoh.”
“Jangan sebut Erica seperti itu. Dia tidak bodoh!” suara itu membentak. Erica sempat terhentak sedikit mendengar bentakan itu, tetapi ia tetap membungkam mulutnya sendiri agar tidak mengeluarkan sedikitpun suara.
“Tidak bodoh? Lalu apa? Buta? Apa tuli untuk bisa melihat dan mendengar apa yang terjadi diantara kita? Kamu harus tanggung jawab! Aku tidak mau di duakan!”
“Kecilkan suaramu atau semua orang akan mendengar mu Sharah!”
“Aku benci seperti ini! kesannya seperti aku yang disalahkan. Aku yang menjadi penjahat dalam hubungan kalian! Aku yang membuat mu menjadi pria paling brengsek di dunia ini!” isak Sharah. Ia menangis. Aku bisa mendengarnya.
“Tidak. Jangan salahkan dirimu. Kamu tidak salah. Begitu pula dengan Erica.” Ucap Edo melembut. Erica tersenyum. Edo masih sayang padanya. Edo membelanya. Ranita salah persepsi tentang Edo.
“Ini anakmu Do. Anak kita dalam kandunganku.” Kata Sharah. Dan Erica terbangun dari mimpi terindahnya. Dunia seakan terbalik dan aku merasa pusing. Badanku oleng dan aku jatuh, terduduk dengan mengeluarkan suara benturan keras ketika badanku terhentak di lantai. Masih dalam keadaan duduk, aku menangis, terisak di balik telapak tanganku, dan aku mendengar suara Edo memanggil, tepat disebelahku.
***


Template by:

Free Blog Templates