Mataku
memeriksa keadaan gelap di sekitar ku. Aku berdiri di tengah ruangan gelap
untuk mencari sesosok yang sebenarnya sangat tidak ingin ku lihat. Tapi aku
harus mencari tau apa yang sebenarnya terjadi di antara mereka. Aku yang
sebelumnya telah meletakkan seluruh hidupku dalam pangkuan hidupnya. Aku begitu
takut kehilangannya sampai aku tidak pernah memberanikan diri untuk mencari tau
apa yang sebenarnya terjadi di antara keduanya.
Ranita
yang menyuruhku untuk memperjelas sendiri apa yang sebelumnya sering ia lihat
dan dengar. Ranita yang setengah mati selalu meyakinkan ku bahwa ada sesuatu
yang terjadi antara kekasihku dengan
partner bandnya. Hanya aku, yang masih sangat percaya dengan Edo,
kekasihku. Hubunganku seharusnya tidak mudah retak karena kami sudah mengikat
nya dengan sangat erat. Apakah aku harus percaya dengan apa yang dikarakan sahabatku?
Atau aku harus tetap mempertahankan hubunganku dengan Edo?
Samar-samar
aku mendengar suara dari balik ruangan. Pintunya tidak tertutup rapat sehingga
aku dengan mudah mendengar apa yang sedang dibicarakan didalam. Aku menahan
napas dalam-dalam. Menunggu suara yang dengan pelan namun tegas berbisik. Suara
yang sudah sangat ku kenal. Suara yang suka mengelitik telingaku ketika ia
membisikan kata-kata indah di telingaku-kini ku dengar kembali, walau bukan
untukku.
“Sampai kapan aku harus menjalani
sandiwara ini?”
“Kamu harus menunggu waktu yang
tepat Sharah.”
“Tepat? Sampai kapan? Toh semua
orang sudah tau. Hanya pacarmu saja yang bodoh.”
“Jangan sebut Erica seperti itu.
Dia tidak bodoh!” suara itu membentak. Erica sempat terhentak sedikit mendengar
bentakan itu, tetapi ia tetap membungkam mulutnya sendiri agar tidak
mengeluarkan sedikitpun suara.
“Tidak bodoh? Lalu apa? Buta? Apa
tuli untuk bisa melihat dan mendengar apa yang terjadi diantara kita? Kamu harus tanggung
jawab! Aku tidak mau di duakan!”
“Kecilkan suaramu atau semua orang
akan mendengar mu Sharah!”
“Aku benci seperti ini! kesannya
seperti aku yang disalahkan. Aku yang menjadi penjahat dalam hubungan kalian! Aku
yang membuat mu menjadi pria paling brengsek di dunia ini!” isak Sharah. Ia
menangis. Aku bisa mendengarnya.
“Tidak. Jangan salahkan dirimu.
Kamu tidak salah. Begitu pula dengan Erica.” Ucap Edo melembut. Erica
tersenyum. Edo masih sayang padanya. Edo membelanya. Ranita salah persepsi
tentang Edo.
“Ini anakmu Do. Anak kita dalam
kandunganku.” Kata Sharah. Dan Erica terbangun dari mimpi terindahnya. Dunia
seakan terbalik dan aku merasa pusing. Badanku oleng dan aku jatuh, terduduk
dengan mengeluarkan suara benturan keras ketika badanku terhentak di lantai.
Masih dalam keadaan duduk, aku menangis, terisak di balik telapak tanganku, dan
aku mendengar suara Edo memanggil, tepat disebelahku.
***
0 comments:
Post a Comment